Hei, Kartini Masa Kini!
Wahai Ibu Kartiniku..
Personamu, geloramu,
menghaturkan aroma loyalitas sang dara
Kridamu, menumbangkan kemakaran
kolonialis tempo dulu
Emansipasimu,
membangkitkan repih reputnya sukma kaum hawa
Namun, sang global
telah berputar arah
Perjuangan seakan
bertepuk sebelah tangan
Impresi agungmu terjelma
dalam seremonial belaka
Para hawa beradu
kirana, mengenakan kebaya dengan eloknya
Itukah, intensi
nyatamu, wahai Kartini masa kini?
Kartiniku, Kartini masa
kini
Terlampau lama kalian
ternina bobokkan
Terlena dalam ayunan
sangkala penjarahan
Penjarahan integritas
yang berkesinambungan
Mematikan pribadi
teruna perlahan
Dimana antusiasmu,
ketika sang Kartini berjuang menegakkan edukasi hingga titik darah penghabisan?
Dimana ambisimu, tatkala
sang Kartini menakhlikkan emansipasi teruntuk engkau, wahai Kartini masa kini?
Dimana lagi? Dimana
sekarang, takrif ‘habis gelap terbitlah terang’?
Yang tertinggal,
hanyalah moral bangsa dalam aforisme ‘habis terang terbitlah gelap’
Hei, para Kartini masa
kini!
Bertabiatlah bagai
tutur kata sang Ibu Emansipasi
Mendamel kados satria,
ngasta kekah prinsip ugi punaginipun
Giat menggali ilmu,
demi progresifitas kaliber bangsa…
Hei, Kartini-Kartini globalisasi!
Ampun ngabrit
njejegaken kekasinggihanan pedoman nagari
Mboten gampil goyah
lebet panyalira
Ndamelaken bumi gemah
ripah loh jinawi
Pantang menyerah
menegakkan moral bangsa
Membangun kemakmuran
dan kemuliaan negara...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar